Tuesday, March 13, 2018

Hadits keutamaan membaca surat Yasin &Hukum Shalat Memakai Sandal

Hadits keutamaan membaca surat Yasin
حَدَّثَنَا صَفْوَانُ حَدَّثَنِى الْمَشْيَخَةُ أَنَّهُمْ حَضَرُوْا عِنْدَ غُضَيْفِ بْنِ الْحَارِثِ الثُّمَالِىِّ حِيْنَ اشْتَدَّ سَوْقُهُ فَقَالَ هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرَأُ يس قَالَ فَقَرَأَهَا صَالِحُ بْنُ شُرَيْحٍ السَّكُونِىُّ فَلَمَّا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ مِنْهَا قُبِضَ. قَالَ وَكَانَ الْمَشْيَخَةُ يَقُوْلُوْنَ إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا. قَالَ صَفْوَانُ وَقَرَأَهَا عِيْسَى بْنُ الْمُعْتَمِرِ عِنْدَ ابْنِ مَعْبَدٍ
Telah menceritakan kepada kami Shafwan, telah bercerita kepadaku para guru, bahwa mereka mendatangi Ghudhaif bin Haris Ats-Tsumali ketika penyakitnya sangat parah. Lalu Shafwan berkata : Adakah diantara kamu sekalian yang mau membacakan surat Yasin? Shaleh bin Syuraih As-Sakuni yang membaca surat Yasin. Setelah ia membaca 40 dari surat Yasin, Ghudhaif meninggal. Maka para guru berkata : Jika suratYasin dibacakan di dekat orang yang sedang menghadapi ajalnya maka ia akan diringankan (keluarnya ruh) dengan surat Yasin tersebut. Shafwan berkata : (Begitu pula) Isa bin Mu'tamir membacakan surat Yasin di dekat Ibnu Ma'bad. (H. R. Ahmad No 17432)
*Hukum Shalat Memakai Sandal*
Shalat dengan memakai sandal diperbolehkan jika shalatnya di atas tanah dan dipastikan sandalnya suci dari najis, namun bila shalatnya di dalam bangunan masjid dan berlantai keras maka ini menjadi terlarang karena masjid harus terjaga kebersihan dan kesuciannya. Mengenai shalat memakai sandal ini diterangkan dalam hadits :
عَنْ سَعِيْدِ بْنِ يَزِيْدَ الْأَزْدِيِّ قَالَ سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ: أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي نَعْلَيْهِ؟ قَالَ نَعَمْ
قَالَ اِبْنُ بَطَّالٍ : هُوَ مَحْمُوْل عَلَى مَا إِذَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِمَا نَجَاسَة، ثُمَّ هِيَ مِنَ الرُّخَصَّ كَمَا قَالَ اِبْنُ دَقِيْقٌ الْعِيْد لَا مِنَ الْمُسْتَحَبَّاتٍ ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ لَا يَدْخُل فِي الْمَعْنَى الْمَطْلُوْب مِنَ الصَّلَاةِ ، وَهُوَ وَإِنْ كَانَ مِنْ مَلَابِس الزِّيْنَة إِلَّا أَنَّ مُلَامَسَته الْأَرْض الَّتِي تَكْثُر فِيْهَا النَّجَاسَات قَدْ تَقْصُر عَنْ هَذِهِ الرُّتْبَة
Dari Sa’id bin Zaid Al-Azdiy ia berkata, saya bertanya kepada Anas bin Malik : Apakah Nabi saw itu shalat dengan mengenakan alas kaki (sandal)? Anas menjawab : Ya. (H. R. Bukhari no. 386) Syaikh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya menegaskan :
Ibnu Bathal berkomentar : Hadits ini dipahami bahwa alas kaki (sandal) dipakai jika tidak ada najisnya, selain itu ia merupakan rukhsah / dispensasi bukan termasuk hal yang disunnahkan. Demikian dinyatakan oleh Ibnu Daqieq Al-’ld. Karena ia tidak termasuk ke cakupan makna yang dituntut  dari shalat. Alas kaki itu sekalipun pakaian perhiasan namun bersentuhannya dengan tanah yang banyak mengandung najis telah membuatnya tidak masuk ke tingkatan itu. (Kitab Fathul Bari , Juz II, halaman 100)
Dan yang perlu diperhatikan adalah cara pemakaian sandal ketika shalat ataupun membawa sandal turut serta dalam ibadah shalat. Jika yang dimaksud adalah shalat dengan memakai sandal maka shalatnya tidak sah dikarenakan salah satu dari syarat sahnya shalat adalah sesuatu yang dipakai (malbus) haruslah suci dari najis. Sehingga ketika sandalnya ini tetap dipakai (jari kakinya dikaitkan ke tali sandalnya) maka sandal tersebut tergolong malbus.
Shalat dengan memakai sandal tentu harus memperhatikan pula tempat shalatnya, apakah itu di atas tanah ataukah di atas lantai bangunan masjid. Apabila shalatnya berada di atas tanah maka diperbolehkan dengan memakai sandal dengan ketentuan tersebut di atas, sedangkan apabila berada di dalam bangunan masjid berlantai keras dan bersih maka shalat dengan memakai sandal adalah perlakuan yang tidak sopan dan tidak menjaga kehormatan masjid.
Tapi jika yang dikehendaki adalah sandalnya hanya dijadikan sebagai tempat pijakan dengan tanpa mengaitkan jari kakinya ke tali sandal maka praktek yang demikian tidaklah bermasalah. Dalam artian shalatnya tetap sah. Paling tidak ia dikatakan muhadzah (sejajar) dengan najis ketika najisnya berada di bawah sandal yang ia pijak. Dan hal demikian sama halnya ketika shalat diatas sajadah yang di bawahnya terdapat najis.
Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya menehaskan : وَيَحْرُمُ بَوْلٌ فِيْهِ وَلَوْ فِي نَحْوِ طَشْتٍ. وَإِدْخَالُ نَعْلٍ مُتَنَجِّسَةٍ لَمْ يَأْمَنِ التَّلْوِيْثُ Dan haram kencing di dalam masjid sekalipun diwadahi (ditampung). memasukkan sandal bernajis yang mana tidak lepas dapat mengkotori. (Kitab Fathul Mu'in, halaman 41) Syaikh Muhammad Amin (Ibnu Abidin) dalam kitabnya menegaskan :
Akan tetapi apabila dikhawatirkan dengan (memakai) sandal akan mengotori lantai masjid hendaknya perbuatan itu mesti ditiadakan meskipun suci. Adapun masjid Nabawi (dulu) dihampari kerikil di jaman Nabi saw yang berbeda keadaannya di jaman kita. Dan kemungkinan hal itu menjadi dasar dalam kitab Umdatul Muftiy tentang adanya penjelasan bahwa masuk masjid dengan memakai sandal termasuk buruknya adab. (Kitab Raddul Mukhtar, Juz V, halaman 78)

0 komentar:

Post a Comment

Postingan Terbaru :

Tulisan : Prof. Dr. Bj. Habibie.

Tulisan : Prof. Dr. Bj. Habibie._ Ada yang memiliki kecukupan harta dan benda, tapi dia diberi sakit yang parah, . Ada yang memiliki ist...